Home » » Apa Adanya dan Ada Apa-apanya

Apa Adanya dan Ada Apa-apanya


"Jadilah apa adanya." Kalimat singkat, namun rinciannya tak sedikit, prakteknya kadang sulit dan hasilnya juga kadang pahit. Tapi tetap normalnya manusia menginginkan kawannya, saudaranya dan sesiapanya untuk 'menjadi apa adanya'. Baiknya, jadilah apa adanya sesuai value yang telah ditanamkan oleh agama Islam. Kita bisa melihat itu semua di beragam ayat Allah dan sunnah Rasul, dan juga tajribah para ulama.

Nabi Muhammad -shallallahu alaihi wa sallam- adalah orang yang apa adanya. Jikapun ada apa-apanya, selalu tujuannya positif. Beliau, ketika hanya berdua dengan Zaid bin Haritsah menuju ke Thaif yang kala itu dihuni oleh musyrikun, berdasarkan dua hal:

[1] Apa adanya, dan...
[2] Ada apa-apanya.

Untuk yang pertama: beliau datang untuk menyeru kepada rakyat apa adanya ajaran Islam, yaitu Tauhid.
Untuk yang kedua: beliau pergi tentu dengan adanya misi (yang bagi kaum saat itu: ada apa-apanya), yaitu misi menegakkan kalimat Allah dan menyebarluaskannya di tengah manusia. Dan beliau juga ingin posisi beliau dan posisi Islam lebih teguh dengan mendakwahkannya di masyarakat Tha'if. Walau kemudian upaya beliau berakhir pada pengusiran dan darah.

Kita bisa belajar pada beliau, bahwa beliau adalah:

[1] Orang yang apa adanya, dan
[2] Jikalau ada apa-apanya, pasti untuk kebaikan dan kemaslahatan umat manusia terlebih kaum Muslimin.

Kita diajari untuk tidak cepat mengeluh. Jikapun terkena musibah dan kegalauan, tujukan langsung pandangan pada Allah Ta'ala. Bahkan jangan murungkan wajah di depan manusia. Wajah yang berseri meskipun badai berkecamuk di hati, dalam Islam akan mendapatkan apresiasi. Tetap bisa melakukan ma'ruf meskipun bersedih hati. Lihatlah sabda Nabi ini:

وَلَا تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ، وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ


"Jangan sekali-kali kamu memandang sebelah mata suatu amal kebaikan. Hendaknya kamu senantiasa berwajah manis ketika berkomunikasi dengan saudara. Sebab perilaku seperti ini termasuk bentuk kebaikan." [H.R. Abu Daud]

Bahkan, kita diperintahkan untuk menghargai upaya saudara kita yang datang dengan wajah manis; yang bisa jadi dia sedang menyembunyikan kesedihan atau kekecewaan. Seorang sahabat yang mulia, Jarir bin Abdullah al-Bajali, mengisahkan pengalaman komunikasinya bersama Sayyidina Muhammad: "Sejak saya memeluk Islam, Rasulullah tidak pernah menolak kehadiran saya. Setiap kali melihat saya beliau tersenyum." Ini sebagaimana diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhary dan juga Muslim.

Begitulah Nabi kita. Begitulah dakwah beliau. Beliau tersenyum apa adanya. Apakah senyuman beliau tidak ada apa-apanya? Ada! Apa itu? Agar senyuman beliau menjaga keharmonisan persaudaraan. Agar itu bisa membuat citra Islam meninggi. Selagi beliau tahu bahwa beliau dipandang sebagai tokoh. Seorang tokoh diawasi. Seorang tokoh dilihat gerak-geriknya. Seorang tokoh dicontoh. Seorang tokoh perlu berhati-hati. Public figure, itu istilahnya di masa kini.

Sekarang, saudaraku, jika kita melihat seorang tokoh, apakah menyenanginya? Biasanya menyenanginya karena keramahannya, bukan? Masya Allah.

Raut wajah adalah terjemahan ketulusan hati. Tatapan mata adalah jendela hati. Lisan dan tulisan mewakili hati. Dan semua itu -jika dahulunya buruk-, bisa diperbaiki. Kita tentu tidak suka dengan perangai kasar yang empunya suka berdalih begini: "Saya memang orangnya begini! Tidak bisa diubah!" Wa yaa subhanallah! Kita tahu Islam dahulu turun di muka bumi jahiliyyah dan terdapat perangai kasar di kaum Arab juga pertumpahan darah. Apakah para sahabat berdalih "Wahai Rasul, kami orangnya mah begini!" ?

Atau justru itu merupakan cerminan takabbur?

Marilah kita belajar kembali menuangkan air muka yang bebas tanpa perasaan benci. Terlebih untuk saudara iman. Wajah itu benar-benar cerminan. Suatu ketika Abdullah bin Salam menyatakan: "Sewaktu saya melihat wajah beliau (Nabi Muhammad), saya pun menyimpulkan bahwa beliau bukanlah pendusta!" Cukup melihat wajah. Kita tidak bisa berdalih, "Hoo, itu kan Rasulullah. Wajahnya sudah bersinar dari sananya. Kita mah beda." Astaghfirullah...

Sekarang, mari bertanya...

Kenapa semua dari kita senang dengan baby-face...wajah bayi dan balita...???

Karena wajah bayi dan balita tidak sama sekali menyiratkan perasaan sebal di hati mereka terhadap siapapun! Pandangan mata mereka polos tanpa sebal, dengki dan benci. Bahkan saat mereka merengek pun, tiada sorotan sebal, dengki dan benci terhadap siapapun. Maka mengapa setelah kita sudah besar dan terpelajar, justru banyak orang lari dari kita? Karena kita kurang mengamalkan ayat ini:

فَبِمَا رَحْمَةٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ


"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." [Q.S. Ali Imran]

Maka, melembutlah di lisan, tulisan dan tatapan. Jadilah apa adanya. Jikapun ada apa-apanya, maka tujulah agar memberikan kebaikan pada keumuman manusia.

Sumber:
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan klik disini untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Rohis Facebook

Posting Komentar

Terima Kasih banyak atas saran dan kritiknya.

Sama seperti peraturan yang dibuat oleh para blogger pada umumnya.., cuma disini saya harapkan agar para pengunjung untuk lebih fokus pada artikel kami yang bertemakan Agama (Islam), khususnya untuk saudara-saudari kami yang Muslim dan Muslimah.

0. Yang OOT silahkan masuk ke menu Buku Tamu/Blogwalking!
1. Komentar yang berbau JUDI/TOGEL, Porno tidak akan di Moderasi!
2. Komentar yang berbau JUDI/TOGEL, Porno tidak akan di Moderasi!
3. Harus Sopan
4. Admin tidak meladeni Debat kusir
5. Bercanda gk boleh ada unsur pornonya dan unsur Bohongnya
6. Silahkan melampirkan link Mati, gk boleh link hidup